Biografi K.H Abdurahman Wahid

Ayo Hajar Koruptor !!!


Bersikap Tegas Terhadap Koruptor
Oleh Ihyarul Fahmi

Sudah 12 tahun perjalanan reformasi bergulir, namun perbaikan-perbaikan dibidang ekonomi, politik dan insprastruktur belum tercapai sebagaimana diamanatkan dalam agenda reformasi dan Undang-Undang Dasar. Kemiskinan, pengangguran dan kriminalitas terjadi dimana-mana. Semua menjerit akibat makin sulitnya mencari lapangan pekerjaan baru dan itu sama artinya ketidakadilan social tercerabut dari akar bangsa. Korupsi adalah biang keladinya. Di Negeri ini tidak jarang yang menyangkal bahwa korupsi sudah mengakar dan mendarah-daging disetiap sendi kehidupan berbangsa mulai dari level eksekutif Pusat dan Daerah dan legislative sampai ketingkat Kelurahan.

Kita lihat saat ini, berita berita tentang korupsi dan sejenisnya begitu dominant ketika kasus Century dan Gayus muncul kepermukaan. Korupsi Trilyunan dan milliaran rupiah itu belum tertangani secara serius alias mengambang. Berbeda seratus delapan puluh derajat dengan kasus seorang Janda Pahlawan NKRI Soetarti dan Roesmini yang dijerat pengadilan karena sengketa tanah dengan Perum Penggadaian dan diancam hukuman 2 tahun. Begitupun dengan kisah tukang ojek pencuri 10 ikan gurame yang diancam pidana penjara 7 tahun di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, dan kisah-kisah lainnya yang mengusik rasa keadilan masyarakat.

Belajar ke China
Peristiwa politik yang terjadi tahun 1998 ketika perdana menteri baru China dilantik Zhu Rongji dengan lantang mengatakan “Berikan kepada saya seratus peti mati, Sembilan puluh Sembilan untuk koruptor, satu untuk saya jika saya melakukan hal yang sama”. Dari Pernyataan politik itu, dibuktikan sehingga berhasil dalam memberantas Korupsi.

Ia (Zhu) membuktikan tekadnya itu sehingga berhasil meraih tiga pilar kekuasaan di China yakni sebagai presiden, Ketua Partai Komunis China (PKC) dan Ketua Komisi Militer Pusat (KMP). Ketika tikus-tikus mati, maka kera-kera pun menjadi takut, dampaknya ekonomi China naik 9 persen dengan pendapatan domestic bruto lebih sebesar 1.000 dollar AS, dengan cadangan devisa 300 miliar dollar AS.

Dalam buku "The China Business Handbook" dilaporkan sepanjang tahun 2003 tidak kurang 14.300 kasus yang diungkap dan dibawa ke pengadilan yang sebagiannya divonis hukuman mati. Sampai tahun 2007 Pemerintah Cina telah menghukum mati 4.800 orang pejabat negara yang terlibat praktik korupsi. Pemerintah China juga mengeluarkan aturan yang mengharuskan pejabat yang hendak bepergian ke luar negeri melapor kepada atasannya terutama yang membawa uang dalam jumlah besar.

Hukuman mati adalah tindakan tegas yang menandakan Darurat perang terhadap koruptor, karena 'kegagalan dalam pemberantasan korupsi di level pejabat akan menjadi ancaman bagi masa depan ekonomi dan stabilitas politik China' (Hao Minjing). Itu sikap politik Pemerintah China dalam memberangus Jam'iyyah Koruptor. 

Ungkapan "Belajarlah walau harus ke Negeri China". Tampaknya kata bijak itu sangat pas menggambarkan mainstream pemberantasan korupsi, ketika disandingkan dengan kasus-kasus dan praktik korupsi yang terjadi di Indonesia. Bailout Century, mafia pajak dan kasus Gayus Tambunan contohnya.

Situasi Kebatinan Politik kekinian tidak menghendaki Kasus Century harus tuntas dibawah komando SBY dan kabinet Indonesia jilid II. SMI ke World Bank dan Boediono menjadi simbol negara RI-2. KPK memang sudah menyambangi dua tokoh nasional tersebut untuk dilakukan penyelidikan. Akan tetapi, proses penegakan hukum yang dilakukan KPK belum masuk ketahap berikutnya yakni tahap penyidikan terkait adanya dugaan pelanggaran UU Perbankan dan Money Loundring.

Tentu situasi ini tidak nyaman bagi penguasa dan tentu pula pengusaha, suara gaduh pun sudah berkoar-koar di gedung Senayan DPR RI terkait isu Hak Menyatakan Pendapat. Komjen Pol Susno Duadji pun tak ketinggalan menyuarakan gayang mafia hukum.

Momentum saat ini adalah saat yang tepat tuk penegasan Presiden Yudhoyono bahwa Indonesia menyatakan Merdeka dari Korupsi. Dengan Rahmat Allah SWT Indonesia Bebas Korupsi, Korupsi adalah kejahatan yang merugikan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, Sediakan sepuluh ribu peti mati, Sembilan ribu Sembilan puluh Sembilan buat koruptor dan satu buat saya, seandainya saya berbuat demikian. Sontak saja, Rakyat Indonesia akan mendukung gerakan anti korupsi yang dipimpin Sang Presiden Republik Indonesia.  

Masa depan Indonesia dipastikan akan lebih baik, baik dari segi ekonominya, politiknya dan harga diri di mata dunia internasional. Akan tetapi bukan jaminan pula ketika Undang-undang anti korupsi berjumlah ribuan kemudian korupsi akan mandeg. Untuk itulah pemimpin dan rakyatnya bersatu bahwa korupsi adalah common enemy (musuh bersama) yang harus diperangi. Situasi kebatinan inipun telah dialami oleh Founding Fathers kita dizaman Belanda, Kita Merdeka Berkat Rahmat Yang Maha Kuasa, yang ketika itu Merdeka adalah sebuah kata haram yang diucapkan para pejuang kemerdekaan oleh Belanda.

Korupsi merupakan salah satu bukti bad governance. Sejarah bangsa telah membuktikan bahwa Indonesia telah melewati berbagai macam krisis yang datang bertubi-tubi. Orde Lama, Orde baru dan orde reformasi. Semua itu tergantung kepemimpinan nasional yang tegas dan berani mengatakan bahwa yang benar itu benar dan yang salah itu salah. Masa depan Indonesia berada di Tangan sang Presiden Yudhoyono.

Jakarta, 21 Mei 2010