Biografi K.H Abdurahman Wahid

Kamis, 18 Februari 2010

Golkar Ber-aroma Reformis atau Orde Baru (Munas)

Partai Golkar Aroma Reformis atau Orde Baru
Oleh Ihyarul Fahmi*


Partai Golkar dalam masa Orde Baru telah berhasil membangun rezim politik yang kuat, hal ini bisa dilacak dalam jaring sistem dan organisasi yang mencakup wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Insprastruktur Partai begitu lengkap, maklum saja sejak berdiri 20 Oktober 1964, Partai Golkar menjadi kepanjang tangan rezim otorianisme sehingga sejak berdiri dan mengikuti pemilu selalu meraih kemenangan besar dari pemilu 1972,1977, 1982,1987, 1992, hingga 1997 dan menjadi kekuatan dominant di Lembaga Rakyat baik di MPR maupun DPR. Waktu itu Golkar bukan merupakan partai yang memerintah melainkan partainya orang-orang yang berkuasa. Maka wajar ketika riak-riak perubahan transisi demokrasi dari rezim otoriter ke reformasi, HM Soeharto tumbang oleh gerakan mahasiswa dengan mengundurkan diri pada 21 Mei 1998.

Dalam perjalanannya Partai Golkar mengalami pergolakan politik di awal-awal era reformasi (1998). Banyak tuntutan gerakan mahasiswa yang menginginkan partai tersebut dibubarkan. Munculnya gerakan reformis membuat Golkar berbenah diri menyesuaikan dengan kondisi dan tantangan zaman. Golkar pun pada pemilu 1999 menempati urutan ke2 setelah PDIP tampil sebagai jawara yang paling banyak menempatkan kadernya di DPR/MPR diera awal reformasi.

Akan tetapi, di Pemilu 2004, Partai Golkar tampil sebagai juara menempati posisi nomor satu dalam perolehan kursi di DPR dan berhasil menempatkan HM Jusuf Kalla sebagai wakil Presiden Republik Indonesia (2004-2009) mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono.

Perjalanan Partai Golkar Pasca Pemilu legislatif dan Pilpres 2009 sangat ditentukan di musyawarah nasional (Munas) yang akan digelar pada 4-7 Oktober di Pekan Baru, Riau. Arah-sikap politik itu akan menjadi wadah masa depan (transpormasi) partai Berlambang Beringin, apakah akan masuk dan bergabung dengan SBY-Boediono atau beroposisi seperti yang pernah dilakukan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Posisi saat ini Partai Golkar diombang-ambingkan keadaan, oposisi berarti mengontrol pemerintah melalui parlemen, berkoalisi dengan PDIP atau mengikuti suratan takdir Partai Golkar sejak kelahiran hingga sekarang, bukan partai Penguasa (the rulling party) tapi pendukung pemerintahan SBY-Boediono.

Pengakuan JK dalam Dialog Golkar Bangkit yang diselenggarakan oleh SOKSI di Jakarta. Selama menjadi wakil presiden 2004-2009, “Golkar tidak mendapat apa-apa ketika pemerintahan yang didukungnya berhasil, begitu pun sebaliknya, kalau pemerintahan yang didukung Golkar gagal, akan terkena dampak”. Begitupun ketika Partai Golkar mengambil langkah oposisi, PDIP yang sejak 2004 hingga 2009 beroposisi di DPR dengan mengkritik tajam pemerintahan saja kalah dalam pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2009. komentar Jusuf Kalla terhadap perjalanan Golkar terefleksi dalam catatan sejarah politik Partai Golkar dari masa ke masa.
Saat ini Aburizal Bakrie diposisikan media sebagai calon terkuat ketua Umum DPP Partai Golkar menggantikan HM Jusuf Kalla. Muncul juga tokoh selain Ical panggilan akrab Aburizal Bakrie seperti Surya Paloh dan Yuddy Chrisnandi dan Ferry Mursidan Baldan (mewakili darah muda). Masing-masing calon terfragmentasi pada kepentingan memajukan partai dan memakmurkan rakyat, hal ini bisa dilihat dalam visi misi bursa calon ketua umum.

Public pun terhentak, ketika tiba-tiba nama Tommy Soeharto putra Mahkota Keluarga Cendana meramaikan bursa calon ketua Umum Partai Golkar periode mendatang. Ada apa sebenarnya problem internal partai. Apakah Partai Golkar sudah beralih dari reformis (ketebukaan) atau otorian

Citra Orde Baru di era Reformasi
Munculnya nama Tommy Soeharto dalam gelanggang politik bursa calon ketua umum Golkar menghentak public. Karena selama ini keluarga Cendana pasca Reformasi menjauhi Partai Berlambang Beringin tersebut. Pada masa itu pun, putri sulung almarhum Pak Harto, Siti Hardiyanti Rukmana, membentuk Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB) yang merupakan konstentan pemilu di 2004 dan 2009.

Tommy yang merupakan anak emas mantan presiden Soeharto ingin terjun bebas ke dunia politik praktis. Menurut anak emas Cendana ini, segala kemungkinan bisa terjadi di politik. Gelagat Tommy menguasai Partai beringin menimbulkan pro dan kontra, salah satu alasannya adalah Golkar diposisikan seperti masa lalu, Golkar beraroma Orde Baru, Golkarnya Pak Harto bukan Partai Golkar yang reformis penuh dengan keterbukaan.

Kecurigaan itu menjadi mendasar ketika Tommy menjadi ketua Umum, maka kepentingan bisnis akan lebih kentara dibandingkan memajukan Golkar tuk bersaing di pemilu 2014. citra Orde Baru akan sangat merugikan Partai, selain itu, Figur Tommy yang diposisikan terlalu jauh di politik praktis, bisnis berbicara keuntungan, sedangkan politik mengutamakan etika dan kepentingan rakyat.

Kubu ical, dipetakan media, Aburizal Bakrie calon terkuat kandidat ketua umum DPP Partai Golkar periode mendatang menggantikan HM Jusuf Kalla dan juga bahwa Ical dikaitkan sebagai orang dekat SBY (Pemerintahan). Membawa Golkar masuk kepemerintahan dengan menduduki cabinet SBY-Boediono. Hal ini diperlukan karena kader-kader Partai Golkar kaya akan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul, siap memimpin departemen pemerintahan. Dengan menduduki kursi cabinet maka Golkar sebagai partai Pro Kekuasaan lengkap sudah. Di politik legislative (DPR-MPR) memiliki keterwakilan 3 besar di bawah Partai Demokrat, dan PDIP dari hasil pemilu legislative 6 April 2009. di lembaga Yudikatif, Partai Golkar banyak kadernya menempati posisi strategis. Selain itu, Kader berlambang beringin ini banyak dihuni kader-kader muda militant yang cerdas.

Kaderisasi menempatkan Golkar bukan saja sebagai partai dengan tradisi kekuasaan dan bergelimang dengan uang, akan tetapi pembinaan dan pemempaan kader menjadi ruh Golkar masa depan. Isu kaderisasi ini bukan untuk memotong generasi tua yang dianggap lemah syahwat (cut generation). Isu ini sangat diperlukan di tengah situasi politik yang stabil. Hal ini penting untuk meningkatkan kinerja partai kedepan.

Ihyarul Fahmi
Pemerhati Sosial Politik

Tidak ada komentar: